Total Pageviews

Saturday, September 24, 2011

bunda is not a superwoman

Mendorong pagar hitam yg sudah sedikit berkarat, memarkir Neng Ceni sambil menghirup wangi melati belanda di teras kecil rumah kami, satu hari terlewati. Lagi. Alhamdulillah.

Hari yang lain, tantangan yang lain.
dilema yang berulang, kesenangan kecil yang berulang, rusuh hati yg berulang.
Kadang mencoba mengelabui hati, dengan berkali kali meneriakan baris yang sama: 'I am fine'

Semua cuma punya 24 jam dalam sehari. Cuma diberi 7 hari dalam satu pekan.
Dan bunda yg satu ini pastinya bukan superwoman.

I've been there with hidden tears, dengan kata yg hanya terujar dalam benak.
Been there with sore n twisted muscles, terkabuti seringai lebar.
Been there, dengan kepanikan sana sini, ketika gunung tugas tempat kerja tak berdamai dengan waktu yg tersisa.
Been there, meluangkan sejenak mendengar keluh kesah, dan kadang berharap mereka bisa melakukan hal yg sama untuk saya.
Been there, terseok di sela langkah, memaksa untuk tidak limbung.
Been there, saat tidak lagi tau harus bagaimana dan berakhir dengan penat benak dini hari, terjaga.

Feels like quiting, from other expectation.
From unsaid derived consequences out of social label. Demands seems to be getting higher everytime. Feels like taking a break.

Tapi jarum waktu tidak berhenti untuk menunggu. Miserable n troubled heart just must flows with time.
berharap, ada yg punya rasa yg sama, berharap, bertemu mereka yg mau melambatkan langkah untuk bersisian.

Afterall, pasti, there’s always something good to see, even in a bad thing. Learn to be thankful. #slt

afterall, Bunda bukan superwoman. She has her breakdowns every now and then. It's when cup of coffee needed :D absorping time, me time, in a pleasantly silent moment.

cantik

'Hot' will never be a substitute for 'beautiful'.

Setengah berlari diatas sepatu tinggi yg menggigit kaki, bergegas meloncat menerabas pintu lift yg perlahan menutup.

Sembari mengatur nafas, saya menebar senyum pada 3 bapak2 dalam Lift pengap kantor pemerintahan itu. Oow, ternyata masih ada penghuni lain di sudut lift - kali ini sy menyeringai lebar, kepada dua gadis kecil lusuh bermata besar, yg mendekap erat kotak semirnya ke dada.

'Tante (gubrakkk), tante giginya pake kawat ya, dua-duanya atas bawah?'
- - nyengir lagi, kali ini berusaha menutupi si kawat- - 'biar cantik ya tante?'

Pertanyaan kedua mencubit sisi hati.
'Nggaaaak, ini biar kalo ngunyah makanan, jadi lebih enak'

Insiden kecil itu bertumbuh besar mengusik benak dan rasa.
Cantik. Yang tak pernah terdefinisi pas, atau tertranslasi sesuai, untuk saya.

Definisi umum cantik selama ini, setelah nyontek kamus bahasa indonesia; membuat sy merasa paling tidak cantik diantara tiga adikku. Satu adik cantik berhidung bangir ditambah otak encernya yg membuat jadi cantik berganda, adik lain yg tinggi semampai dengan kulit langsat dengan senyum ala dian sastro, dan si cantik ketiga yg berkulit putih dengan raut bulan purnama.

Definisi cantik versi banyak orang, pastinya bukan milik saya. Cantik yg ini, mungkin kalau diinggris -kan, masuk artian dari 'hot' atau 'pretty' kali ya?
Karena kalau sedang hang out bareng kaum hawa lainnya dalam edisi 'ladies night out' hampir tidak ada yg melempar pandangan ekstra untuk saya - - yg berarti, tidak cukup 'hot' hahaha

I can laugh about it now, indeed.
Saya berhenti menggunakan definisi cantik versi kamus, 'ages ago'. I have defined 'cantik' for my convenient :D

Definisi yg membuat saya lebih menghargai apa yg saya memiliki, dan merasa nyaman dengan apa yg saya lakukan. Kalau boleh memilih antara 'hot' dan 'beautiful', rasanya mentranslasi 'beautiful' menjadi Cantik versi diri sendiri, terasa lebih adem.

See, I can beautifully loving me the way I am, and my bracket is indeed aiming to be able to digest beautiful food, better :)